Buncin (Budak Cinta)

Bucin (Budak Cinta)


Dulu, aku berpikir bahwa dua kata, yaitu “Jatuh Cinta” terlalu menakutkan untuk menggambarkan kondisi orang yang sedang kasmaran. Kata Jatuh-cinta mengisyaratkan bahwa kondisi orang yang sedang kasmaran benar-benar lemah, tidak berdaya, begitu pasrah terhadap perasaannya. Dan kondisi itu benar adanya.

Beberapa kali, aku menjadi saksi dari korban jatuh cinta. Mereka ibarat jatuh dari ketinggian puluhan meter. Mungkin lebih tinggi lagi. Sampai-sampai kondisinya begitu mengenaskan. Badan kurus tak terawat, wajah kusut, dan aku sempat berpikir jangan-jangan kandungan air dalam tubuhnya yang 70% itu, setengahnya sudah terurai menjadi cairan bening yang dalam waktu singkat telah berhasil membentuk danau buatan di pelupuk matanya.

Pernah juga suatu malam, saat dinas di puskesmas. Satu keluarga dengan panik membawa putra mereka yang berusia dewasa ke puskesmas. Katanya, putranya itu sudah beberapa hari mengurung diri dalam kamar. Tak mau makan ataupun berinteraksi dengan orang lain. Mau bunuh diri. Saat ditanyai penyebab kondisi putra mereka, didapat keterangan bahwa pria dewasa itu sedang patah hati, cintanya telah kandas, putus.

Pria itu jatuh cinta hingga menyebabkannya mengalami patah hati. Mendengar keterangan itu, pihak puskesmas angkat tangan. Kami kekurangan tenaga ahli yang bisa menangani kondisi tersebut.  Kondisi seperti itu butuh penanganan intensif oleh tenaga ahli profesional. Jika salah dalam penanganannya, bisa-bisa pasien akan mengalami syok dan berakibat fatal.
Bagaimana, jatuh cinta sangat menakutkan, bukan?

Tapi, saat aku masih merasakan takut akan jatuh cinta yang katanya belum ada penawarnya itu. Kini, mulai beredar dua kata yang lebih menakutkan lagi, yaitu budak cinta.

Bayangan akan zaman  penjajahan terlintas begitu saja dalam benakku, kondisi bangsa kita yang diperbudak oleh para penjajah. Kondisi yang sangat... sangat... sangat mengenaskan. Bayangan menyedihkan para budak bertubuh ringkih yang sedang merangkak dengan baju kumal terkoyak merintih menahan perih di bawah kaki sang penjajah membuatku merinding.

Tidak ... Tidak sekejam itu juga, kan? Benar, kan?

Atau kondisi budak cinta sama dengan budak zaman penjajahan atau lebih parah?
Kondisi korban budak cinta yang aku temui, lebih mengenaskan dari korban yang sekadar jatuh cinta. Para korban jatuh cinta memiliki peluang yang lebih besar untuk pulih dibandingkan setelah menjadi budak cinta. Mereka hanya membutuhkan perawatan intensif dan penanganan yang tepat untuk bisa pulih.

 Sementara budak cinta. Mereka bisa mengalami trauma yang berkepanjangan karena tidak hanya mengalami kerusakan fisik tetapi juga mental. Salah satu penyebab utama kondisi ini adalah toxic relationship atau hubungan yang tidak sehat.

Dalam hubungan tidak sehat ini, mereka benar-benar bisa dikatakan sebagai budak zaman now. Proses penyiksaan para budak itu dilakukan secara halus, dengan mengatasnamakan cinta. Tanpa para budak itu sadari, perlahan hak atas diri mereka mulai dirampas, dilecehkan dan direndahkan. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang berakhir dengan kehilangan nyawa. Ini bukan lagi mengenaskan tapi mengerikan.

Jika budak zaman penjajahan pasrah diperbudak karena mereka memang tidak memiliki hak untuk memilih atau terlalu lemah untuk melawan. Maka budak zaman now, diperbudak karena rendahnya kepercayaan serta penghargaan mereka terhadap diri mereka sendiri.
Untuk teman-teman yang sedang jatuh cinta atau pun terjebak dalam hubungan yang tidak sehat atau toxic relationship, aku harap kalian bisa menjaga diri, kepercayaan diri. Tanamkan dalam hati bahwa kalian berharga, kalian punya hanya untuk bahagia dengan cara yang layak. Kalian tidak diciptakan untuk menjadi budak cinta. Kalian adalah hamba dari sang pencipta. Tunduk dan patuhmu hanya untuk-Nya.

Semoga kita senantiasa terjaga dalam kebaikan. Aamiin.

Semangat menjaga cinta untuk cinta.









Komentar

Postingan populer dari blog ini