Menjawab Tanya
Nur Qalbi

“Memangnya sekarang masih ada orang yang baca buku?” tanya bibiku begitu melihat isi paket yang kuterima beberapa waktu lalu.

“Masih, dong, Bun!” Aku menjawab pertanyaan itu dengan nada sedikit kecewa. Pertanyaan serupa yang dilontarkan bibiku sudah cukup sering kuterima. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa perkembangan teknologi informasi saat ini telah menghilangkan kebiasaan membaca buku. Mereka tidak tahu saja atau memang karena kurang memperhatikan deretan buku yang memenuhi toko-toko buku. Setiap harinya ada ratusan atau mungkin bahkan ribuan buku yang diterbitkan. Itu artinya peminatnya masih banyak.

“Bunda pikir, anak-anak zaman sekarang hanya rajin membaca status di media sosial saja.”

“Yah... Bunda tidak up to date sih, selain baca status orang, milenial sekarang juga rajin baca buku, bahkan mereka tidak kalah kok sama orang-orang yang hidup di zaman dunia maya belum ditemukan.” Aku menyudahi penuturanku lalu tersenyum bangga  saat menyerahkan buku antologi yang baru saja berhasil kubuka bungkusannya ke arah bibi.

“Ini, buku kamu?” bibi kembali bertanya sambil mengamati judul buku dan nama tertulis di sana.

“hehehe... bukan, itu buku antologi. Jadi isinya kumpulan cerpen dari beberapa penulis, salah satu penulisnya, ya, aku.”

“Oh... Terus kamu digaji berapa menulis buku seperti ini?”

“Eh? Tidak ada gaji, Bun. Buku ini hanya sebagai media belajar bagi pemula seperti aku. Nanti, kalau sudah jago kayak Tere Liye dan penulis senior lainnya, baru deh, dapat royalti. Kalau sekarang, mah, masih jauh, Bun.”

“Lah, terus kamu kapan bisa jago kayak Tere Liye?”

“Eh? Hehehe....”

_Iya, ya. Kapan aku bisa seperti Tere Liye?_ Pikirku.

***
Mengingat pertanyaan dari bibiku, aku mulai menghitung mundur. Menggali kembali memori tentang kapan aku mulai menulis.

Aku mulai suka menulis saat duduk di bangku sekolah menengah pertama, artinya sudah sekitar 14 tahun yang lalu. Saat itu, aku memulai kebiasaan menulis di sebuah buku harian yang isinya hanya tentang keseharianku, tentang teman sekolah dan juga tentang orang yang diam-diam kusukai. Masa remaja labil.

Lalu kebiasaan menulisku berkembang seiring berjalannya waktu setelah membaca satu cerita pendek di sebuah majalah. Aku sangat menikmati cerita pendek tersebut dan merasa terinspirasi. Imajinasiku mulai mereka adegan-adegan menjadi sebuah kisah yang akhirnya kutuangkan dalam bentuk tulisan.

Tulisan pertamaku tentang kisah persahabatan anak sekolah, mungkin karena saat itu aku masih sekolah jadi kisahnya juga seputar dunia sekolah. Tulisanku itu, masih jadi konsumsi pribadi karena aku yang masih belum percaya diri untuk menunjukkannya ke orang lain, sampai suatu ketika tanpa sengaja seorang teman menemukannya dan membacanya.

Sejak saat itu, temanku tersebut mulai sering menagih cerita-cerita lainnya. Aku senangnya bukan main. Ada seseorang yang mau menerima hasil tulisanku. Aku pun mulai termotivasi untuk menulis cerita lainnya. Ceritanya mulai beragam, dari yang hanya kisah persahabatan, percintaan sampai horor. Padahal saat itu, aku bahkan belum tahu cinta-cintaan. Kisah percintaan yang kutulis adalah hasil imajinasi yang terinspirasi oleh film. Apalagi cerita horor. Aku sering kesulitan menyelesaikannya karena merasa takut sendiri. Tapi tetap menyenangkan.

Semakin hari, pembacaku semakin bertambah, dari hanya satu teman lalu menular ke teman sekelas lainnya. Kadang meskipun jariku sudah sangat pegal menulis cerita, tetap aku tahan mengingat wajah-wajah penasaran temanku. Benar-benar sebuah kesenangan. Aku tidak pernah menyangka bahwa menulis akan semenyenangkan itu.

Namun, kesenanganku akan tulis menulis tidak bertahan lama. Perlahan terkikis saat aku sudah berubah status menjadi siswi sekolah menengah atas. Aku kehilangan kesenangan itu karena semua pembaca setiaku sudah tidak ada lagi. Kami beda sekolah. Kesibukanku beradaptasi dengan lingkungan baru membuatku tidak sempat menulis hingga akhirnya lupa untuk menulis. Aku lebih sering menghabiskan waktu dengan menonton televisi atau mendengarkan musik.

Apalagi saat kuliah, aku kembali disibukkan dengan hal lain. Tumpukan tugas dan praktik lapangan benar-benar menyita waktu dan tenaga. Aku semakin lupa untuk menulis lagi. Sesekali saat membaca sebuah novel, terbersit keinginan untuk menulis tapi hanya sampai di situ. Tidak ada realisasi.

Aku baru kembali belajar menulis di pertengahan 2019. Itu pun tanpa kurencanakan sama sekali. Waktu itu, aku sedang berkirim pesan dengan salah satu teman SMP-ku dulu, semenjak lulus kami sudah tidak pernah bertemu lagi, dan syukurlah kami dipertemukan kembali di media sosial. Saat sedang seru berkirim pesan, tiba-tiba dia mengajukan pertanyaan yang membuatku cukup tersentuh.

Ria : Kamu masih suka menulis?
Aku : Tidak. Memangnya kenapa? Rindu ya?
Ria : Iya, Rindu. Ingat zaman dulu. Cerita-cerita yang kamu tulis cukup jadi hiburan yang menyenangkan saat sekolah dulu.

Entah mengapa hanya dengan pengakuan sederhana itu aku malah merasa tersentuh. Masih ada orang yang mengingat tulisan-tulisan ku itu sebagai sesuatu yang menyenangkan.

Setelah percakapan tersebut, aku jadi merasa terpanggil untuk mulai menulis lagi. Belajar lebih tepatnya karena dulu aku hanya menulis saja tanpa mengikuti kaidah-kaidah penulisan. Aku jadi aktif mencari komunitas dan kelas-kelas untuk belajar menulis. Mencari teman yang juga senang menulis.

Selain karena tersentuh dengan pernyataan sederhana temanku, aku punya alasan lain. Aku berharap suatu saat nanti, hasil tulisan-tulisanku bisa dibukukan, diterima oleh masyarakat luas dan dapat bermanfaat. Mungkin karena sudah cukup dewasa jadi kegiatan menulis bukan hanya untuk bersenang-senang atau sekadar memberikan hiburan tetapi juga bisa mendidik. Aku belajar tentang itu semua dari teman-teman di kelas menulis _online-_ku.

Aku tahu, jalanku masih panjang untuk bisa menjawab pertanyaan bibiku dan juga pertanyaan orang-orang di sekitarku tentang kapan aku akan punya bukuku sendiri. Tapi itu semua bukan untuk melemahkan melainkan untuk menguatkan. Aku harus banyak belajar dan berlatih jika ingin segera menjawabnya.

Untuk ke depannya selain berproses untuk punya buku sendiri, aku juga berencana untuk membuat akun atau blog yang berisi tentang informasi-informasi seputar dunia kesehatan keluarga yang menjadi bidang keilmuanku. Jadi selain menyalurkan hobi menulis aku juga bisa mengamalkan keilmuanku.

Makassar. 20 Maret 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buncin (Budak Cinta)